Sabtu, 27 Oktober 2012

langit yang cerah


Anda mengimpikan sesuatu untuk dimiliki. Atau bermimpi melakukan sesuatu yang Anda sukai. Lalu, Anda tekun berdoa memohon kepada Tuhan agar keinginan Anda terkabul, juga berusaha sangat keras untuk mewujudkannya. Anda sangat yakin itulah yang terbaik bagi hidup Anda. Namun, doa itu tak kunjung terjawab. Lalu, Anda mungkin diliputi perasaan marah dan kesal kepada-Nya...
Namun, pernahkah Anda terpikir bahwa mungkin ada sesuatu yang lebih baik yang Tuhan rancangkan dalam hidup Anda, sehingga saat ini Anda tidak atau belum mendapatkan keinginan Anda. Mungkin, kisah berikut ini bisa menggambarkan dengan jelas.
Sebagai seorang remaja pada tahun 1960-an, Frank Salazak mengidolakan astronot. Ia bermimpi suatu hari bisa mengangkasa seperti seorang astronot. Namun, ia tak memiliki kriteria sebagai astronot. Ia hanya bisa menjadi seorang guru di bidang sains.
Namun, suatu hari Gedung Putih mengumumkan mencari warga biasa untuk ikut serta dalam penerbangan 51-L pesawat ulang-alik Challenger. Warga itu haruslah berprofesi sebagai guru. Berita ini sungguh kebetulan sekali. Salazak memenuhi semua ketentuan itu. Hari itu juga ia mengirimkan surat lamaran ke Washington.
Hari demi hari berlalu, hingga akhirnya yang ditunggu-tunggu tiba juga. Amplop resmi berlogo NASA. Doa Salazak terkabul. Ia lolos penyisihan pertama. Minggu-minggu berikutnya, Salazak juga mengikuti tes fisik dan mental yang diadakan NASA. Perwujudan mimpinya kian dekat. Ia juga menerima panggilan untuk mengikuti program latihan astronot khusus di Kennedy Space Center.
"Dari 43.000 pelamar, kemudian 10.000 orang, dan kini aku menjadi bagian dari 100 orang yang berkumpul untuk penilaian akhir. Siapakah di antara kami yang bisa melewati ujian akhir ini? Tuhan, biarlah aku yang terpilih," begitulah isi doa Salazak.
Ternyata, NASA memilih Christina McAufliffe. Seketika itu juga, impian Salazak hancur. Salazak merasa sangat sedih. Dirinya dilingkupi amarah kepada Tuhan. Dan, ia tak putus-putusnya bertanya kepadaNya. Ayah Salazak menghiburnya dengan berkata, "Semua terjadi karena suatu alasan."
 
Pada 28 Januari 1986, Salazak menonton peluncuran Challenger bersama teman-temannya. Saat pesawat itu melewati menara landasan pacu, ia kembali mempertanyakan kepada Tuhan. "Kenapa bukan aku? Tuhan, aku bersedia berbuat apa saja untuk berada di dalam pesawat itu!"
Namun, hal yang tak diduga-duga terjadi pada 73 detik kemudian. Kejadian ini seolah menjawab semua pertanyaan Salazak dan menghapus keraguannya. Pesawat Challenger meledak dan seluruh awaknya tewas.
 
Seketika Salazak teringat pesan sang ayah, "Semua terjadi karena suatu alasan." Salazak merenung, "Aku tidak terpilih dalam penerbangan itu meski aku sangat menginginkannya karena Tuhan menginginkan aku untuk menjalani misi lain di bumi ini. Aku tidak kalah. Aku seorang pemenang. Aku menang karena aku telah kalah. Aku masih hidup untuk bersyukur pada Tuhan karena tidak semua doaku dikabulkan."